DECEMBER 9, 2022
News

Diskusi SATUPENA: Satrio Arismunandar Soroti Peran Perempuan Aceh yang Kerap Terabaikan

image
(Bisnisabc.com/Kiriman)

BISNISABC.COM - Sekretaris Jenderal SATUPENA, Satrio Arismunandar, menyampaikan bahwa perempuan telah berkontribusi secara positif sebagai pendukung dan arsitek perdamaian dalam konflik bersenjata di Aceh.

Namun, peran mereka sering kali tidak diakui, bahkan dikecualikan dari proses perdamaian formal.

Pernyataan ini disampaikan Satrio menanggapi tema diskusi "Pahlawan Perempuan Aceh dari Masa ke Masa," yang akan diadakan secara daring oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA pada Kamis malam, 28 November 2024.

Baca Juga: Diskusi Kreator Era AI, Wijaya Kusumah Sebut Kecerdasan Buatan Dapat Mendukung Siswa Belajar

Diskusi ini dipimpin oleh Denny JA sebagai Ketua SATUPENA dan akan menghadirkan Suraiya Kamaruzzaman, aktivis perempuan sekaligus Co-Founder Flower Aceh, sebagai narasumber.

Acara tersebut akan dipandu oleh Mila Muzakkar dan Amelia Fitriani.

Satrio juga mengingatkan bahwa tahun 2005 menjadi momen penting dalam sejarah Aceh, ketika konflik bersenjata selama lebih dari tiga dekade berakhir melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Baca Juga: Perbedaan Vasektomi dan Kebiri: Prosedur dan Dampaknya pada Kesehatan Pria

Namun, meskipun menjadi bagian penting dari perdamaian, kontribusi perempuan dalam proses ini masih kerap diabaikan.

“Meskipun perempuan tidak secara resmi terlibat dalam negosiasi MoU, mereka telah berperan penting dalam memastikan perdamaian yang berkelanjutan melalui upaya-upaya mereka di masyarakat,” tutur Satrio.

Namun, kata Satrio, perhatian yang diberikan pada peran perempuan dalam mencari solusi konflik di Aceh, upaya bertahan hidup mereka, atau keterlibatan mereka dalam pembangunan dan pembangunan perdamaian sangat minim. 

Baca Juga: Dua Korban Jiwa Akibat Banjir Bandang di Tapanuli Selatan, Tim Gabungan Terus Lakukan Penanganan

“Bisa dipahami jika pada tahun 2000, Kongres Perempuan Seluruh Aceh yang pertama menyerukan partisipasi perempuan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan politik,” ujar Satrio.

Satrio menyebut Suraiya Kamaruzzaman sebagai salah satu aktivis hak asasi manusia dan tokoh perempuan Aceh, yang berperan penting dalam proses perdamaian di wilayah tersebut.

Suraiya berperan dalam advokasi dan pemberdayaan perempuan.

Baca Juga: Sri Mulyani Bahas Program Makan Bergizi Gratis dengan Gates Foundation untuk Atasi Stunting

Satrio menjelaskan, Suraiya adalah co-founder Flower Aceh, sebuah organisasi non-profit yang berfokus pada pemberdayaan dan perlindungan hak-hak perempuan di Aceh, terutama selama dan setelah konflik.

Ia juga aktif dalam advokasi hak-hak ekonomi dan reproduksi perempuan.

Pada tahun 2000, Suraiya menjadi Ketua Komite Penyelenggara Kongres Perempuan Aceh (Duek Pakat Inong Aceh), di mana ia terlibat dalam merancang rencana dan memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak-anak.

Baca Juga: 5 HP Oppo Terbaik dengan Fitur AI yang Canggih di Tahun Ini

“Suraiya telah menerima penghargaan perdamaian dari UNDP N-Peace Award pada 2012 atas upaya dan dedikasinya dalam peningkatan kapasitas dan advokasi pemenuhan hak perempuan di Aceh,” kata Satrio.

Suraiya, ucap Satrio, juga terlibat dalam advokasi hak-hak ekonomi dan reproduksi perempuan, serta memberikan analisis gender terhadap rancangan undang-undang di Indonesia yang relevan dengan resolusi 1325 Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menurut Satrio, penghargaan UNDP ini mencerminkan pengaruh positif dan peran penting Suraiya dalam memperjuangkan perdamaian dan pemberdayaan perempuan di Aceh.***

Berita Terkait