China Khawatir atas Rencana Perubahan Strategi Nuklir AS
- Penulis : Imron Fauzi
- Kamis, 22 Agustus 2024 10:42 WIB
BISNISABC.COM - Pemerintah China menyatakan kekhawatiran atas rencana Amerika Serikat (AS) untuk mengubah strategi persenjataan nuklirnya, yang dinilai sebagai upaya untuk merespons peningkatan kemampuan nuklir China.
"China sangat khawatir dengan berita mengenai perubahan rencana militer ini. Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah menyebut China sebagai 'ancaman nuklir' dan menggunakan alasan tersebut untuk mengabaikan kewajibannya dalam pelucutan senjata nuklir," ungkap Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning.
Menurut laporan media AS, Presiden Joe Biden pada Maret 2024 menyetujui perubahan strategi nuklir AS yang sangat rahasia.
Baca Juga: BKPM Terbitkan 10 Juta NIB Melalui OSS, Guna Mudahkan Pelaku Usaha dan Investor
Untuk pertama kalinya, strategi tersebut beralih dari fokus pada penggentaran menjadi menanggapi peningkatan pesat senjata nuklir China.
Perubahan ini terjadi karena Pentagon percaya bahwa kemampuan nuklir China akan menyamai skala dan variasi senjata nuklir yang dimiliki AS dan Rusia dalam beberapa dekade ke depan.
"AS malah memperluas persenjataan nuklirnya sendiri dan mengejar dominasi strategis mutlak. Persenjataan nuklir China tidak setara dengan milik AS," tambah Mao Ning.
Baca Juga: Rajawali Nusindo dan Bapanas Gelar Pasar Murah di 379 Lokasi untuk Stabilkan Harga Pangan
China, menurut Mao Ning, mengikuti kebijakan "tidak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu" dan selalu menjaga kemampuan nuklir pada tingkat yang diperlukan untuk keamanan nasional.
"Kami tidak berniat terlibat dalam perlombaan senjata dengan negara lain. Sebaliknya, AS memiliki persenjataan nuklir yang terbesar dan tercanggih di dunia," ujar Mao Ning.
Dia juga menyebut bahwa meskipun AS menyatakan nuklir bukanlah alat penggentaran utama, AS melakukan investasi besar untuk meningkatkan "triad nuklir" dan secara terbuka merancang strategi penggentaran nuklir terhadap pihak lain.
"Triad nuklir" merujuk pada tiga komponen kekuatan militer yang terdiri dari rudal nuklir darat, kapal selam bersenjata nuklir, dan pesawat strategis dengan bom dan rudal nuklir.
"AS merupakan sumber utama ancaman nuklir dan risiko strategis di dunia. China meminta AS untuk memenuhi kewajiban pelucutan senjata nuklir dengan melakukan pemangkasan yang drastis dan substansial terhadap persenjataan nuklir, menghentikan penyebaran senjata nuklir serta perluasan aliansi nuklir, dan menghindari tindakan lain yang merusak perdamaian dan stabilitas global serta regional," kata Mao Ning.
Dokumen strategi nuklir AS yang diperbarui setiap empat tahun sangat rahasia, tidak tersedia dalam bentuk elektronik, dan hanya sedikit salinan cetak yang didistribusikan kepada pejabat keamanan nasional dan komandan Pentagon.
Baca Juga: Penggunaan QRIS di PON XXI Aceh-Sumut Dorong Digitalisasi UMKM
Intelijen AS memperkirakan China dapat meningkatkan jumlah hulu ledak nuklirnya dari 500 menjadi 1.000 pada tahun 2030, sedangkan Rusia saat ini memiliki sekitar 4.000 hulu ledak, yang memicu perubahan strategi nuklir AS.
Laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) 2023 menyebutkan bahwa jumlah hulu ledak nuklir global meningkat menjadi 9.576 pada 2023 dari sebelumnya 9.440 pada 2022.
Sembilan negara yang memiliki hulu ledak nuklir adalah AS, Rusia, Inggris, Prancis, China, India, Pakistan, Korea Utara, dan Israel.
Dari jumlah tersebut, 3.844 hulu ledak berada dalam posisi siap serang, sementara sisanya berstatus cadangan.
Sekitar 90 persen dari senjata nuklir dunia dimiliki oleh AS dan Rusia, dua negara yang masih terikat dengan warisan Perang Dingin.
Negara-negara yang mengalami penambahan jumlah hulu ledak nuklir termasuk Rusia, China, India, Pakistan, dan Korea Utara.
Baca Juga: Karangan Bunga untuk MK Sebagai Bentuk Harapan dari Aktivis dan Masyarakat Sipil
China mengalami pertumbuhan pesat dengan jumlah hulu ledak meningkat dari 350 menjadi 410, dan diperkirakan dapat memiliki rudal balistik antarbenua (ICBM) yang setara dengan AS atau Rusia pada akhir dekade ini.
Meski AS, Inggris, Prancis, dan Israel tidak mencatatkan penambahan jumlah senjata nuklir, negara-negara tersebut diyakini sedang mengembangkan senjata nuklir dan akan menambah persediaan hulu ledaknya di masa depan.
Konflik geopolitik, terutama invasi Rusia ke Ukraina yang telah berlangsung lebih dari dua tahun, diperkirakan memperburuk ancaman perang nuklir.
Pada 2022, Inggris dan AS merahasiakan kekuatan nuklir mereka, Rusia menarik diri dari perjanjian pelucutan senjata nuklir dengan AS (New START), dan AS menangguhkan dialog bilateral dengan Rusia mengenai masalah tersebut.***