DECEMBER 9, 2022
Bisnis

Hippindo Keberatan tentang Aturan Zonasi Penjualan Produk Tembakau

image
Ilustrasi zonasi tembakau. (ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN)

BISNISABC.COM - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengaku keberatan tentang aturan zonasi penjualan produk tembakau.

Aturan zonasi penjualan tembakau yang dipermasalahkan oleh Hippindo terlah diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.

RPP Kesehatan sendiri merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. 

Baca Juga: Petani Kopi Temanggung Diimbau Lakukan Petik Merah Guna Jaga Kualitas

Adapun, alasan Hippindo melakukan penolakan tersebut karena berpotensi mengancam keberlangsungan usaha ritel.

Ketua Dewan Penasihat Hippindo, Tutum Rahanta menyayangkan adanya polemik aturan tembakau di RPP Kesehatan yang saat ini masih jadi perdebatan.

Padahal, menurut dia, aturan produk tembakau yang saat ini berlaku dinilai sudah baik dari sisi peraturan dan implementasinya. 

Baca Juga: Lebihi Target Semula, Nilai Investasi Lebak Tahun 2023 Tembus Rp1,6 Triliun 

Pelaku usaha juga sudah menaati aturan penjualan produk tembakau sesuai ketentuannya.

"Aturan yang berlaku saat ini untuk tata cara penjualan rokok itu sudah komprehensif," kata Tutum, seperti dikutip dari Antara pada 3 Juli 2024. 

"Dengan memperketat aturan tembakau di RPP Kesehatan seperti aturan zonasi 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak, ini akan menjadi sangat bias dan menimbulkan ketidakpastian di lapangan," imbuh Tutum.

Baca Juga: Usai Terbakar, Pemkab Kudus Anggarkan Rp1,5 Miliar untuk Bangun Pasar Babe 

Sebagai salah satu komoditas yang diperjualbelikan di ritel, produk tembakau menyumbang angka pendapatan usaha yang besar sehingga aturan tersebut dinilai akan merugikan usaha.

Pada 2023, estimasi total nilai penjualan produk tembakau nasional pada ritel modern mencapai angka Rp40 triliun. 

Jika aturan ini disahkan, maka diperkirakan lebih dari setengah jumlah pendapatan tersebut akan lenyap.

Baca Juga: Carikan Solusi Hilirisasi Tomat, Bupati Solok Temui Kemenperin di Jakarta

Hal tersebut karena terdapat ratusan ribu ritel modern yang akan terdampak dari aturan tembakau di RPP Kesehatan, khususnya dari rencana larangan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter dari tempat pendidikan dan tempat bermain anak.

Selain itu, Tutum juga menilai aturan penjualan produk tembakau yang tercantum di RPP Kesehatan akan mengganggu keberlangsungan usaha dan aturan yang sebelumnya sudah berlaku.

"(Penjualan) kalau diganggu pasti akan berdampak terhadap timbulnya kesempatan lain. Saya kira nanti (akan) timbul (penjualan produk tembakau) di pasar gelap dan membludak sehingga pemerintah nanti akan sulit untuk mengontrol peredarannya," ungkapnya.

Baca Juga: Lahan Pertanian Tembakau di Lombok Tengah Kekurangan Pasokan Air Irigasi

Dengan demikian, aturan zonasi 200 meter untuk penjualan produk tembakau belum tentu dapat dikontrol dampaknya di lapangan dan akan menimbulkan ketidakpastian usaha. 

Untuk itu, ia mengatakan bahwa jangan sampai ada aturan baru bagi produk tembakau yang mengganggu penjualan peritel.

"Selama barang yang dijual (adalah produk) legal, maka sebaiknya diatur saja, tetapi jangan sampai ganggu proses penjualannya di lapangan. Sekali lagi, implementasi (dari aturan tembakau di RPP Kesehatan) itu akan berpotensi menimbulkan perdebatan dan ketidakpastian," tuturnya.

Tutum menjelaskan dari sisi peritel, alasan penolakan itu juga didorong oleh rasa kekhawatiran jika terjadi penindakan petugas yang berpotensi merazia penjualan produk tembakau nantinya. 

Hal itu juga berpotensi mengganggu kehidupan peritel, sementara produk tembakau merupakan komoditas yang menyumbang penerimaan bagi negara dengan angka yang signifikan.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tercatat sebesar Rp213,48 triliun pada periode 2023. 

Dengan besaran angka penerimaan CHT tersebut, aturan tembakau di RPP Kesehatan menjadi sangat kontradiksi dengan pemanfaatan cukai yang berkontribusi besar terhadap penerimaan negara.***

Sumber: Antara

Berita Terkait