DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Ibu Muslimah Mengantar Putranya Menjadi Pendeta

image
Ilustrasi (Istimewa)

Puisi ini menyoroti ketegangan antara formalitas agama, kebebasan spiritual, dan cinta.

“Di Medan, kembali Raimona merenung.
Agama, pikirnya, adalah rumah.
Tapi rumah tak bisa dipaksa dibangun, di atas tanah yang belum siap.”

Siapapun di posisi Raimona bisa berkata:

Baca Juga: Kementerian Keuangan Tegaskan PPN Transaksi QRIS Ditanggung Pedagang, Bukan Konsumen

“Aku berdusta,
Berdusta pada nurani, pada dunia, pada negara.
Namun apa daya,
di negeri ini, agama bukan sekadar jalan ke surga,
tapi tiket hidup di ranah birokrasi.”

Lain lagi puisi esai berjudul:  “Nani Mengenang Kakek Alkema.”  Puisi ini berkisah soal gempa bumi di Cianjur yang merusak Gereja Palalangan. Ini gereja sebagai simbol harmoni dan sejarah yang didirikan oleh misionaris Belanda, Alkema.  

Gereja  itu berdiri  di dalam masyarakat yang 90 persen lebih berpopulasi Muslim tradisional.

Baca Juga: Petani Kopi Temanggung Raih Keuntungan Berlipat Berkat Harga Tinggi dan Hasil Panen Melimpah

Nani, cucunya, merenungkan warisan iman kakeknya dan tantangan toleransi di masa kini. Di tengah kemiskinan dan prasangka, ia belajar bahwa cinta dan pelayanan adalah jalan untuk meneruskan semangat Alkema. 

Puisi ini menyoroti keberanian menghadapi beda keyakinan demi kemanusiaan.

“Malam semakin larut, doa dipanjatkan.
"Tuhan, jadikan kami saluran kasih-Mu,
bukan hanya bagi sesama iman, tapi bagi seluruh insan." 

Baca Juga: Oppo Reno13 Series Segera Rilis: Inovasi Desain dan Teknologi Terbaru di Awal 2025

Di bawah tiang-tiang kayu yang berusia seabad,
Nani merasa kecil di hadapan sejarah, namun besar dalam harapan.
Ia tahu perjalanan masih panjang,
namun cinta selalu menemukan jalannya, seperti air yang mengalir di lembah.”

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7

Berita Terkait