Inspirasi Politik dari Mata Air Bung Karno dan Sjahrir: Pengantar dari Denny JA untuk Buku Puisi Esai Isti Nugroho
- Penulis : Imron Fauzi
- Kamis, 04 Juli 2024 09:27 WIB

Sjahrir, sebaliknya, berhati-hati. Ia menolak komunisme yang otoriter dan totaliter, mendukung sosialisme yang demokratis dan menghormati hak asasi manusia. Bagi Sjahrir, PKI adalah ancaman terhadap demokrasi yang baru lahir.
Ketegangan ini memuncak pada awal 1960-an. Sjahrir semakin kritis terhadap kebijakan Soekarno, terutama kedekatan Soekarno dengan PKI.
Soekarno, yang merasa terancam, melihat Sjahrir sebagai penghalang. Pada tahun 1962, Sjahrir ditangkap atas tuduhan konspirasi. Ia dipenjara tanpa proses peradilan.
Baca Juga: Spesifikasi Samsung Galaxy S24 Ultra, Smartphone dengan Segudang Fitur Canggih
Kisah persahabatan dan perpecahan antara Bung Karno dan Bung Sjahrir adalah kisah tentang visi, pilihan, dan prinsip.
Dari sahabat menjadi lawan politik, mereka menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan bukan hanya melawan penjajah, tetapi juga tentang bagaimana membangun masa depan yang adil dan sejahtera bagi bangsa.
Di tengah perbedaan yang tajam, mereka tetap menjadi bagian dari sejarah yang mengukir jalan menuju Indonesia merdeka.
Baca Juga: Optimalkan Rest Area Puncak, Pemkab Bogor Integrasikan dengan Wisata Gunung Mas
-000-
Bung Karno melihat nasionalisme sebagai kekuatan pendorong utama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia percaya bahwa rasa cinta tanah air dan kebanggaan terhadap identitas nasional adalah fondasi yang kuat untuk menggerakkan rakyat melawan penjajahan.
Dalam pandangannya, nasionalisme bukan hanya tentang kebebasan dari penjajah, tetapi juga tentang membangun identitas kolektif yang kuat di antara berbagai etnis, agama, dan budaya di Indonesia.
Baca Juga: Tumbangkan Laos dengan Skor 6-1, Timnas Indonesia U16 Maju ke Semifinal
Pada tahun 1945, Soekarno memperkenalkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Ini merupakan manifestasi dari visi nasionalisme Soekarno.