Catatan Denny JA: Spiritualitas di Era Artificial Intelligence
- Penulis : Imron Fauzi
- Rabu, 18 Desember 2024 07:00 WIB
Sains menjawab bagaimana kita bisa bahagia; spiritualitas menjawab mengapa kita hidup.
-000-
Esoterika Forum Spiritualitas lahir sebagai jawaban dari arus baru ini. Di Indonesia, dengan segala keragamannya, forum ini menawarkan ruang lintas iman yang melampaui ritual formal agama.
Baca Juga: Bebas dari Unsur Politisasi, Kejaksaan Agung Pastikan Penetapan Tom Lembong sebagai Tersangka
Bahai, Ahmadiyah, Syiah, Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Brahma Kumaris, hingga Penghayat Kepercayaan hadir bukan untuk membicarakan perbedaan, melainkan untuk menggali esensi yang sama.
Agama, dalam kebersamaan ini, menjadi puisi semesta. Sebuah ruang terbuka di mana dinding pemisah runtuh, menyisakan cinta, pengertian, dan kebijaksanaan kolektif.
Prinsip-prinsip Esoterika semakin menguatkan jalan ini. Persamaan kita sebagai Homo sapiens lebih tua dari agama.
Baca Juga: Tips Merawat Pakaian dan Tampil Stylish di Musim Hujan Menurut Dewi Utari
Dilihat dari kelahiran nabinya, agama yang kini dominan baru muncul 1500- 3000 tahun lalu. Sementara homo sapiens sudah hidup sejak 300 ribu tahun lalu. Artinya agama yang kini dominan baru hadir satu persen di ujung sejarah homo sapiens.
Dalam 99 persen sejarah manusia, sebelum kitab ditulis, kita sudah hidup dalam kebersamaan, saling mencintai dan saling mengenal.
Agama adalah milik semua, bukan monopoli siapa pun. Ajarannya adalah cermin kerinduan universal untuk hidup dalam kasih dan makna.
Baca Juga: IHSG Melemah di Sesi Penutupan, Dipengaruhi Ketegangan Geopolitik dan Kebijakan Bank Sentral
Tafsir agama, seperti peta, memberi kita arah. Namun tafsir yang kita pilih menentukan langkah kita: apakah kita akan membebaskan atau membelenggu.