Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS, Pelaku Pasar Tunggu Rilis Data Inflasi AS dan Kebijakan The Fed
- Penulis : Imron Fauzi
- Selasa, 12 November 2024 18:06 WIB
BISNISABC.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penurunan pada akhir perdagangan Selasa, seiring dengan pelaku pasar yang menunggu rilis data inflasi Amerika Serikat (AS).
Pada penutupan perdagangan, rupiah terdepresiasi 92 poin atau 0,59 persen menjadi Rp15.782 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi sebelumnya yang tercatat di Rp15.690 per dolar AS.
Menurut pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, fokus pasar pekan ini tertuju pada data inflasi indeks harga konsumen (IHK) AS yang diperkirakan tetap stabil pada bulan Oktober.
Baca Juga: Pemkab Bogor Gunakan Rumah Sakit untuk Bebaskan TBC
Hasil inflasi ini diharapkan dapat mempengaruhi ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga.
Banyak pelaku pasar memperkirakan bahwa kebijakan inflasi di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump akan menyebabkan suku bunga tetap tinggi dalam jangka panjang.
Hal ini mendorong dolar AS melesat ke level tertinggi dalam empat bulan terakhir, sementara imbal hasil obligasi Treasury AS juga mengalami kenaikan.
Baca Juga: Diskusi Kreator Era AI, Wijaya Kusumah Sebut Kecerdasan Buatan Dapat Mendukung Siswa Belajar
Proteksionisme yang diterapkan Trump terhadap perdagangan dan imigrasi diperkirakan akan mendorong inflasi lebih tinggi.
Selain data inflasi, sejumlah pejabat Federal Reserve AS juga diperkirakan akan memberikan pidato yang memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai kebijakan moneter mereka, setelah bank sentral AS memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pekan lalu.
Pedagang pasar memprediksi peluang sebesar 66,7 persen untuk pemangkasan suku bunga lagi sebesar 25 bps pada Desember 2024, sementara 33,3 persen lainnya memperkirakan suku bunga tetap tidak berubah, menurut data dari CME Fedwatch.
Baca Juga: Zulkifli Hasan Pastikan Stok Beras dan Pupuk Aman Menjelang Nataru
Di sisi lain, Kongres Rakyat Nasional China menyetujui langkah-langkah utang baru senilai 10 triliun yuan untuk mendukung pemerintah daerah.
Namun, pasar merespons negatif karena langkah ini dinilai kurang fokus pada konsumsi pribadi dan pasar properti, terutama dalam menghadapi potensi kenaikan tarif perdagangan akibat kebijakan Trump.***