DECEMBER 9, 2022
News

Karangan Bunga untuk MK Sebagai Bentuk Harapan dari Aktivis dan Masyarakat Sipil

image
Karangan Bunga untuk MK (Antara)

BISNISABC.COM - Puluhan aktivis, mahasiswa, masyarakat sipil, serta sejumlah guru besar memberikan karangan bunga sebagai bentuk dukungan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Omi Komariah Madjid, istri dari mendiang Nurcholish Madjid (Cak Nur), secara simbolis menyerahkan bunga tersebut kepada anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Yuliandri, dan Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Fajar Laksono.

"Mudah-mudahan bunga ini bisa memberikan kesejukan bagi kita semua," ujar Omi di Gedung I MK, Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024.

Baca Juga: BB TNBTS Ingatkan Wisatawam Bromo untuk Waspadai Kebakaran Hutan saat Kemarau

Pada karangan bunga itu terdapat pita dengan tulisan "MK terus jaga muruah konstitusi", "MK jaga dan kawal terus demokrasi", dan "Dear, MK, tetap teguh pada konstitusi".

Selain bunga, aktivis sekaligus politikus Wanda Hamidah juga menyampaikan pernyataan sikap mewakili para aktivis dan guru besar. Mereka mengucapkan terima kasih kepada MK yang menjaga konstitusi negara.

"Para hakim konstitusi yang terhormat, hari ini kami mengucapkan terima kasih karena Anda telah menjaga bukan hanya martabat konstitusi, tetapi juga hak-hak kami, khususnya hak demokratik dalam persaingan politik," ungkap Wanda.

Baca Juga: Iran Lakukan Respons yang Terukur Atas Pembunuhan Haniyeh oleh Israel

Para hakim konstitusi dinilai sebagai benteng dalam melawan kecurangan yang merusak demokrasi.

Mereka juga menilai bahwa hakim konstitusi tidak hanya mencegah pelanggaran demokrasi, tetapi juga mengembalikan esensi demokrasi.

"Itulah mengapa hari ini kami datang ke gedung yang tenang dan damai ini untuk menyampaikan rasa terima kasih kami. Semoga demokrasi tidak lagi dikhianati," tambah Wanda.

Baca Juga: 5 Manfaat Buah Jeruk untuk Kesehatan yang Perlu Kamu Ketahui

Pada hari Kamis ini, DPR RI dijadwalkan menggelar Rapat Paripurna Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada. Namun, rapat ditunda karena jumlah peserta rapat tidak memenuhi kuorum yang diatur dalam tata tertib.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU Pilkada di rapat paripurna DPR agar dapat disahkan menjadi undang-undang.

Kesepakatan ini dicapai dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).

Baca Juga: Shin Tae-yong Konfirmasi Elkan Baggott Tidak Akan Dipanggil untuk Laga Kualifikasi Piala Dunia

Delapan fraksi di Baleg DPR RI menyatakan setuju untuk melanjutkan pembahasan RUU Pilkada, yaitu Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi NasDem, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi PPP, sementara Fraksi PDI Perjuangan menolak pembahasan RUU Pilkada untuk diundangkan.

Sementara itu, pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga menyetujui agar RUU Pilkada dibawa ke paripurna.

Ada dua poin penting dalam RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja ini. Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada mengenai syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).

Baca Juga: BKPM Terbitkan 10 Juta NIB Melalui OSS, Guna Mudahkan Pelaku Usaha dan Investor

Pasal 7 ayat (2) huruf e menetapkan usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota yang dihitung sejak pelantikan pasangan terpilih.

Padahal, dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah seharusnya dihitung sejak penetapan pasangan calon, bukan sejak pelantikan pasangan terpilih.

Kedua, perubahan Pasal 40 UU Pilkada terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dengan hanya mengakomodasi sebagian putusan MK.

Baca Juga: Bupati Sampang Berikan 7 Ton Benih Rumput Laut untuk Tingkatkan Ekonomi Petambak

Baleg menyepakati bahwa ambang batas yang ditentukan MK dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 hanya berlaku bagi partai nonparlemen atau yang tidak memiliki kursi di DPRD, sementara partai yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama, yaitu minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah.

Padahal, dalam putusan tersebut, MK sebenarnya menetapkan bahwa partai politik, baik yang memiliki kursi di DPRD maupun yang tidak, dapat mengusung pasangan calon kepala daerah.

Syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan, yaitu berkisar 6,5 hingga 10 persen.***

Baca Juga: Puteri Komarudin Sebut Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran Berdayakan UMKM dan Perkuat Ekonomi

 

Sumber: Antara

Berita Terkait