Penerapan PPN 12 Persen untuk Barang Mewah Diproyeksikan Dongkrak Pendapatan Negara
- Penulis : Imron Fauzi
- Rabu, 01 Januari 2025 21:53 WIB
BISNISABC.COM - Chief Economist PermataBank sekaligus Head of Permata Institute for Economic Research (PIER), Josua Pardede, memperkirakan bahwa implementasi tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk barang mewah akan memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan pendapatan negara.
Kebijakan ini mencakup perluasan basis penerimaan pajak, seperti impor barang, penyerahan jasa atau produk, serta pemanfaatan barang dan jasa dari luar negeri.
Menurut Josua, penyesuaian tarif ini dapat meningkatkan basis pajak secara substansial, terutama pada barang mewah seperti kendaraan bermotor.
Baca Juga: Perbedaan Vasektomi dan Kebiri: Prosedur dan Dampaknya pada Kesehatan Pria
"Konsumsi barang mewah cenderung tinggi di kalangan masyarakat atas, sehingga potensi penerimaan PPN dari segmen ini cukup besar," ujarnya saat diwawancarai di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa penggunaan dasar pengenaan pajak (DPP) sebesar 11/12 dari harga jual atau nilai impor memungkinkan negara memitigasi potensi kebocoran pajak.
Peningkatan pendapatan dari kebijakan ini diharapkan dapat mendukung program sosial seperti subsidi dan bantuan kepada kelompok rentan.
Baca Juga: Kemenkeu Beberkan Rincian Barang dan Jasa Premium yang Kena PPN 12 Persen
Meskipun ada kenaikan tarif PPN, Josua menekankan bahwa penerapan DPP yang lebih rendah selama periode awal memberikan ruang bagi konsumen untuk beradaptasi.
Ia juga menilai kebijakan ini mampu menciptakan sistem pajak yang lebih adil dengan penyesuaian sesuai nilai transaksi sebenarnya.
Namun, Josua mengingatkan pentingnya pengawasan pemerintah dalam memastikan dana tambahan dari kebijakan ini digunakan untuk program yang pro-rakyat, sekaligus memitigasi inflasi agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
Baca Juga: Petani Kopi Temanggung Raih Keuntungan Berlipat Berkat Harga Tinggi dan Hasil Panen Melimpah
Selain meningkatkan penerimaan dari masyarakat berdaya beli tinggi, kebijakan ini juga diharapkan tidak membebani kebutuhan dasar masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga tercipta mekanisme redistribusi fiskal yang lebih merata.***