DECEMBER 9, 2022
Puisi

Puisi Denny JA: Nasionalisme di Era Algoritma

image
Puisi Denny JA: Nasionalisme di Era Algoritma. (istimewa)

BISNISABC.COM - Di tahun 2024, sambil memainkan aplikasi kecerdasan buatan, anak muda itu merenungkan nasionalisme.

-000-

Di balik layar ponselnya, ia bertanya:
Apakah arti tanah air, di zaman tanpa batas ini?

Baca Juga: Usai Bungkam LavAni, Jakarta Bhayangkara Presisi Juara Proliga 2024 

Negara adalah peta yang kabur di ujung jari,
batas-batasnya larut dalam pixel dan kode.

Tapi, di antara getar algoritma dan sinyal digital,
datang bisikan dari jauh, dari tahun 1928.

Sejarah bersimpuh di hadapannya.
Di langit, nampak leluhur menggali akar,
menyatukan suku, bahasa, dan agama.

Baca Juga: Denny JA Serahkan Lukisan Paus Fransiskus Membasuh Kaki Rakyat ke Gereja Katolik Santo Servatius

Dari Sumatra hingga Papua, sumpah pun diikrarkan.

Satu bahasa, satu tanah air, satu bangsa: Indonesia.

Mereka memahat impian dari luka dan air mata, 
menjahit setiap perbedaan dalam simpul kuat. 

Baca Juga: Jota Tampil Memukau sebagai Penyerang Tengah, Liverpool Menang 2-0 atas Ipswich Town

Mantra itu menjadi akar yang menembus dalam, meneguhkan tanah air yang belum bernama, namun menyala dalam jiwa.

Ia, Darta, hidup di era digital yang tanpa batas.
Ia melihat dunia berbaur menjadi satu,
di antara pixel, kode, dan bising algoritma. (1)

Dalam riuh  suara global yang tumpang tindih, 
tanah airnya bagai nada dasar yang terus bergema, 
nada yang tak terhapus.

Baca Juga: 5 Daftar HP Oppo yang Bakal Populer di Tahun 2025, Jadi Pilihan Terbaik Bagi Anak Muda!

Darta juga terheran: 
“Di jantung algoritma yang tanpa rimba, 
mengapa cintaku pada tanah air tetap berakar, 
seperti embun pada daun yang enggan jatuh, 
meski musim berganti dan waktu tak mengijinkannya."

Dunia digital mencairkan batas negara,
tapi tanah air bukan sekadar garis di peta;
ia ikatan yang merasuk jiwa,
melekat erat di setiap rasa.

Bahasa digital meleburkan segala suara,
tapi bahasa nasional bukan sekadar kata;
ia gema dalam dada,
jejak identitas yang kita bawa.

Baca Juga: LSI Denny JA Soroti Keberhasilan Kebijakan Ekonomi Selama 10 Tahun Pemerintahan Jokowi

Di hatinya, tumbuh warna tanah yang tak tergantikan,
identitasnya berpadu dalam cinta yang tak kasat mata,
menjadi akar yang tak tampak namun kuat.

Sekarang, ia bicara dengan bahasa algoritma,
namun hatinya tetap bernada Indonesia.

Informasi memang tak mengenal batas.
Sinyal mengaburkan jarak.
Tapi cinta tanah air tetap tumbuh dalam senyap.

Baca Juga: Sriwijaya FC Kalahkan Persikabo 1973 dengan Skor 5-1: Chencho Jadi Bintang Pertandingan

Sejarah memberinya memori.
Negara memberinya identitas.
Tanah air memberi rumah untuk pulang.

Bali, 14 Oktober 2024.***

CATATAN

Baca Juga: Inovasi dan Kenyamanan Chery Tiggo 8: SUV Terbaru yang Siap Menaklukkan Tantangan

(1) Arti Nasionalisme di era digital, di era AI, kini menjadi renungan baru

https://www.scirp.org/journal/paperinformation?paperid=136437

Berita Terkait