LSI Denny JA: Fragmentasi Politik dan Tantangan Demokrasi
- Penulis : Imron Fauzi
- Senin, 20 Januari 2025 16:56 WIB

Hal ini dapat membuat demokrasi hanya menjadi formalitas belaka tanpa semangat yang sesungguhnya.
Sejarah telah menunjukkan bahwa pemilu tanpa kompetisi yang sehat kerap melahirkan pemimpin yang meskipun menang secara hukum, namun kehilangan legitimasi moral di mata publik.
Kompetisi dalam pemilu bukan hanya sebuah simbol, melainkan esensi dari demokrasi itu sendiri.
Baca Juga: Daftar HP Oppo yang Tawarkan Promo Menarik Jelang Tahun Baru 2025, Ada Cashback hingga Rp5 Juta
Melalui kompetisi, ide-ide dapat bersaing, visi diuji, dan rakyat diberi kesempatan untuk menjadi hakim sejati dalam menentukan pemimpin.
Ketika pemilih diberikan berbagai pilihan, mereka merasa dihargai dan didengar. Hal ini tidak hanya memperkaya debat publik, tetapi juga mendorong kandidat untuk menghadirkan program-program terbaik untuk kepentingan rakyat.
Untuk menjaga demokrasi yang sehat, larangan bagi calon untuk memborong dukungan dari banyak partai menjadi langkah penting.
Baca Juga: Kementerian Keuangan Tegaskan PPN Transaksi QRIS Ditanggung Pedagang, Bukan Konsumen
Dengan mencegah monopoli dukungan politik, pemilu tetap menjadi arena kompetisi yang hidup, penuh dinamika, dan mencerminkan keragaman aspirasi rakyat.
Demokrasi sejati lebih dari sekadar kotak suara. Ia membutuhkan suara-suara yang bersaing, ide-ide yang bertarung, serta rakyat yang diberdayakan untuk membuat pilihan.
Dalam menghadapi tantangan ini, kita diingatkan bahwa meskipun demokrasi tidak sempurna, ia tetap menjadi jalan yang paling manusiawi untuk menemukan pemimpin sejati.
Baca Juga: Nonton Scandal Season 3 Eps 1 dan 2: Kisah Menegangkan Polisi Wanita dalam Misi Rahasia
Fragmentasi politik bukanlah akhir dari perjalanan demokrasi, melainkan sebuah babak baru yang menguji kekuatan dialog, kompromi, dan inovasi dalam kepemimpinan.