Jokowi Dinilai Dapat 3 Rapor Biru, 3 Rapor Netral, dan 1 Rapor Merah, Ini Penjelasan LSI Denny JA
- Penulis : Imron Fauzi
- Kamis, 10 Oktober 2024 14:06 WIB
BISNIABC.COM - LSI Denny JA menyimpulkan bahwa 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni pada 2014 - 2024, dinilai berhasil.
Keberhasilan tersebut dikarenakan Jokowi memperoleh 3 rapor biru, 1 rapor merah, dan 3 rapor netral, hasil dari olah data dari tujuh lembaga internasional.
LSI Denny JA juga merumuskan empat prinsip untuk menilai berhasil atau tidaknya seorang presiden di akhir masa jabatan.
Baca Juga: Denny JA: Universalization of the Religious Message
Pertama, penilaian harus berbasis data dan riset dari lembaga kredibel.
"Riset dan data bertahun-tahun yang dijadikan basis, bukan spekulasi dan prasangka, membuat penilaian itu lebih mewakili kondisi sebenarnya," tulis Denny Januar Ali, founder LSI Denny JA.
Kedua, penilaian harus komprehensif, dari isu ekonomi, politik, sosial hingga hukum.
Baca Juga: MPR Bebaskan Nama Soeharto dari TAP MPR tentang Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Menurut Denny, sangat mungkin setiap pemerintahan di manapun akan berhasil di satu isu, tapi gagal di isu lain.
"Dengan meriset semua dimensi, penilaian objektif dan menyeluruh lebih mungkin dilakukan," jelasnya.
Ketiga, penilaian membandingkan data tahun pertama (2014) versus tahun terakhir (2024) pemerintahan Jokowi.
Baca Juga: Denny JA Resmikan Kelas Kreator Cerdas AI di SMK Muhammadiyah Cepu Blora
Menurutnya lagi, dengan dua titik itu pemerintahan dinilai dalam durasi waktu yang cukup, juga akan punya basis menilai kemajuan atau kemundurannya.
Keempat, data yang digunakan harus dari lembaga dunia yang kredibel, teruji.
Data yang dinilai juga bisa diakses oleh siapapun di internet.
Baca Juga: LSI Denny JA Soroti Keberhasilan Kebijakan Ekonomi Selama 10 Tahun Pemerintahan Jokowi
"Untuk ini, LSI Denny JA menggunakan hanya data dari lembaga seperti World Bank, The Heritage Foundation, Transparency International, dan lembaga lain yang sekelas," tuturnya.
Penilaian berbasis tujuh indeks ini menjadi program unggulan LSI Denny JA untuk menilai presiden Indonesia lainnya ke depan, yang habis masa jabatannya.
Penilaian berdasarkan indeks dunia ini melengkapi penilaian lain yang juga standar dilakukan di negara lain yakni Approval Rating, tingkat kepuasan publik atas kinerja presiden di bulan terakhir pemerintahannya.
Baca Juga: Orasi Denny JA: Menemukan Gagasan Besar di Setiap Zaman
Denny membeberkan raihan selama pemerintahan Jokowi yang melahirkan 3 rapor biru, 3 rapor netral, dan 1 rapor merah.
Pertama, Produk Domestik Bruto (PDB), yang diukur oleh World Bank, menilai kualitas ekonomi suatu negara melalui nilai barang dan jasa yang dihasilkan.
Hasilnya adalah rapor biru bagi Jokowi, menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil dan signifikan.
Baca Juga: Sriwijaya FC Kalahkan Persikabo 1973 dengan Skor 5-1: Chencho Jadi Bintang Pertandingan
Kedua, Indeks Kebebasan Ekonomi yang disusun oleh The Heritage Foundation mengukur kebebasan ekonomi suatu negara berdasarkan aspek seperti kepastian hukum, efisiensi regulasi, dan keterbukaan pasar.
"Indonesia mendapat rapor biru di indeks ini, yang menunjukkan kebijakan ekonomi Jokowi semakin membuka diri terhadap pasar dan investasi," ucapnya.
Ketiga, Social Progress Index dari Social Progress Imperative menilai kesejahteraan sosial melalui akses masyarakat pada kebutuhan dasar, pendidikan, dan peluang ekonomi.
Baca Juga: Inovasi dan Kenyamanan Chery Tiggo 8: SUV Terbaru yang Siap Menaklukkan Tantangan
Kata Denny, hasil rapor biru ini mencerminkan kemajuan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi.
Keempat, namun, dalam Indeks Demokrasi yang diukur oleh Economist Intelligence Unit, Indonesia mendapat rapor merah.
Indeks ini mengevaluasi kualitas demokrasi berdasarkan kebebasan sipil, partisipasi politik, dan proses pemilu.
Menurutnya, Rlrapor merah ini menunjukkan tantangan, ada penurunan kualitas, dalam menjaga politik penyeimbang, oposisi, partai politik, DPR, kebebasan sipil dan ruang demokrasi.
Kelima, Indeks Persepsi Korupsi yang disusun Transparency International mengukur persepsi publik terhadap tingkat korupsi.
Indonesia mendapat rapor netral di indeks ini, yang menunjukkan upaya pemberantasan korupsi masih perlu diperkuat.
Keenam, Indeks Kebebasan Pers dari Reporters Without Borders menilai kebebasan jurnalis dalam mengakses dan menyampaikan informasi.
"Hasil rapor netral ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan, kebebasan pers Indonesia masih menghadapi tantangan," tuturnya.
Ketujuh, terakhir, Indeks Kebahagiaan yang disusun oleh SDSN dan Gallup Poll mengukur kesejahteraan dan kebahagiaan subjektif masyarakat.
"Rapor netral menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain dalam meningkatkan kepuasan hidup masyarakat," tambah Denny.
Lantas, mengapa 10 tahun Jokowi melahirkan kombinasi 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah dan 3 Rapor Netral?
Denny menjelaskan terdapat sedikitnya tiga alasan utama.
Alasan pertama, fokus pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi.
Denny mengatakan, sejak awal kepemimpinannya, Jokowi telah menetapkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama.
"Ia menyadari bahwa ekonomi yang kuat memerlukan fondasi infrastruktur yang tangguh, sehingga ia menggagas proyek-proyek besar seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara," jelasnya.
Alasan kedua, komitmen yang kuat pada stabilitas dan penegakan hukum.
"Selama 10 tahun, Jokowi juga fokus pada stabilitas politik dan penegakan hukum sebagai pilar utama. Komitmennya untuk menjaga keamanan dan ketertiban nasional, namun punya resiko mengorbankan aspek demokrasi," terangnya.
Alasan ketiga, pertumbuhan inklusif yang belum maksimal.
Dia menerangkan bahwa meski ada pertumbuhan ekonomi yang kuat dan beberapa capaian sosial, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam memastikan bahwa manfaat ekonomi tersebut dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Pencapaian 3 rapor biru, 1 rapor merah, dan 3 rapor netral ini menunjukkan keberhasilan Jokowi dalam menumbuhkan ekonomi dan infrastruktur, tetapi juga menyoroti perlunya peningkatan dalam demokrasi, kebahagiaan publik, dan reformasi tata kelola yang lebih efektif dan adil," imbuhnya.***