Sekjen SATUPENA Sebut Balai Pustaka Bisa Hidupkan Lagi Budaya Lama dan Ratusan Cerita Rakyat
- Penulis : Imron Fauzi
- Jumat, 02 Agustus 2024 15:20 WIB
BISNISABC.COM – Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar mengatakan sebagai IP (intellectual property) licensing company, Balai Pustaka bukan sekadar mengejar profit, tetapi bisa menghidupkan kembali khasanah budaya lama, berupa ratusan cerita rakyat yang selama ini kurang diperhatikan publik.
Satrio Arismunandar menyampaikan hal tersebut saat menanggapi diskusi bertema Pusaka Literasi Indonesia.
Diskusi daring di Jakarta, pada Kamis malam, 1 Agustus 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia atau SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.
Baca Juga: Ini alasan Hesti Purwadinata berani membuka usaha
Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan narasumber Direktur Utama Balai Pustaka, Achmad Fachrodji. Diskusi itu dipandu oleh Swary Utami Dewi dan Anick HT.
Satrio Arismunandar mengungkapkan, IP licensing company adalah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam mengelola, melisensikan, dan melindungi kekayaan intelektual (Intellectual Property atau IP).
“Kekayaan intelektual mencakup hak-hak atas penemuan, merek dagang, hak cipta, desain, dan rahasia dagang. Jadi Balai Pustaka bekerja untuk memaksimalkan nilai dari IP yang dimiliki atau dikelola oleh mereka atau klien mereka,” tutur Satrio.
Baca Juga: Podcast Meghan Markle Tidak Akan Dilanjutkan karena Kesepakatannya dengan Spotify Berakhir
Dalam konteks Balai Pustaka, kata Satrio, intellectual property yang dimiliki itu jumlahnya ribuan, termasuk ada ratusan cerita rakyat dan ada seri tentang kepahlawanan. Maklum, karena Balai Pustaka sudah berdiri sejak zaman Belanda.
“Mengelola kekayaan intelektual memerlukan keseimbangan antara melindungi hak-hak IP, memaksimalkan nilai ekonomi, dan tetap peka terhadap perubahan regulasi serta dinamika pasar,” sambung Satrio tentang tantangan yang dihadapi Balai Pustaka.
Menurut Satrio, dengan khasanah budaya dan luasnya IP yang tercakup dalam koleksi Balai Pustaka, maka lembaga ini juga bisa berperan besar dalam penyusunan kanon sastra (literary canon) Indonesia.
Satrio memaparkan, kanon sastra adalah kumpulan karya sastra yang dianggap memiliki nilai dan kualitas tinggi, serta diakui sebagai representasi terbaik dari budaya atau tradisi sastra tertentu.
Ditambahkannya, karya-karya dalam kanon sastra sering diajarkan di sekolah dan universitas, serta sering menjadi subjek analisis kritis dan diskusi ilmiah. Beberapa karya yang sering masuk dalam kanon sastra adalah karya-karya klasik yang sudah teruji oleh waktu.
“Kanon sastra sering mencerminkan nilai-nilai, ide, dan sejarah budaya tertentu. Mereka membantu mempertahankan dan mengkomunikasikan identitas budaya kepada generasi berikutnya,” tutur Satrio.
Baca Juga: Wali Kota Makassar Ajak Delegasi MIF Berinvestasi di Kota Anging Mammiri
Satrio menyatakan, selain khasanah sastra lama yang IP-nya dipegang oleh Balai Pustaka, karya-karya kontemporer juga bisa dimasukkan ke dalam kanon sastra.
“Proses ini biasanya memerlukan waktu, karena suatu karya perlu diuji oleh berbagai kritik dan mendapatkan pengakuan yang luas sebelum diakui sebagai bagian dari kanon,” tegasnya.***