DECEMBER 9, 2022
News

Sekjen Satupena Memberikan Pendapatnya soal Sastra: Menyuarakan Kelompok yang Terpinggirkan

image
(BisnisABC.COM/Kiriman)

BISNISABC.COM Sekjen SATUPENA, Satrio Arismunandar menyebut sastra memungkinkan representasi yang beragam dari berbagai kelompok masyarakat.

Selain itu, lanjut Satrio Arismunandar, sastra juga disebut dapat memberikan suara kepada mereka yang sering terpinggirkan. 

Hal tersebut disampaikan oleh Satrio Arismunandar saat menanggapi diskusi bertema Sastra, Demokrasi, Lingkungan.

Baca Juga: Kenalkan Kebun Buah Naga Kuning untuk Wisatawan, Pemkab Kuningan: Kunjungan Mencapai 2,4 Juta

Diskusi daring di Jakarta, Kamis malam, 20 Juni 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA. 

Diskusi Sastra, Demokrasi, Lingkungan yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan narasumber penulis senior dan penyair Eka Budianta. Diskusi itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Amelia Fitriani.

Satrio Arismunandar menuturkan, “Menyuarakan kelompok yang terpinggirkan itu penting dalam demokrasi untuk memastikan inklusivitas dan keberagaman.”

Baca Juga: Undang Eka Budianta, Satupena Akan Diskusikan Sastra tentang Demokrasi dan Lingkungan Kebudayaan

Satrio mengungkapkan, hubungan antara demokrasi dan sastra adalah hubungan yang kompleks dan saling mempengaruhi. 

“Sastra tidak hanya mencerminkan kondisi sosial dan politik suatu masyarakat, tetapi juga berperan dalam membentuk dan mempertahankan nilai-nilai demokrasi,” ujarnya.

Ditambahkan oleh Satrio, dalam demokrasi, kebebasan berpendapat adalah salah satu pilar utama. 

Baca Juga: Menteri Sandiaga Sebut Pariwisata Dapat Dongkrak Investasi Asing

“Sastra menawarkan platform bagi penulis untuk mengekspresikan pandangan mereka, mengkritik penguasa, dan menyoroti isu-isu sosial tanpa takut akan penindasan,” lanjutnya.

Salah satu contohnya, kata Satrio, adalah penulis George Orwell. Novel Orwell seperti "1984" dan "Animal Farm" mengkritik totalitarianisme dan menyuarakan pentingnya kebebasan dan hak individu.

Contoh lain adalah Pramoedya Ananta Toer. “Melalui karya-karyanya, seperti tetralogi Pulau Buru, Pramoedya menyoroti perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan dan ketidakadilan, yang juga mencerminkan nilai-nilai demokrasi,” sambung Satrio.

Baca Juga: Nikmati Jelang Akhir Masa Jabatan, Menteri Sandiaga Uno Keliling Desa Wisata

Satrio berpendapat, sastra dapat berfungsi sebagai alat pendidikan yang kuat, membantu masyarakat memahami dan menghargai nilai-nilai demokrasi. 

“Dengan membaca sastra, individu dapat lebih memahami isu-isu kompleks dan mengembangkan empati terhadap orang lain,” tuturnya.

Menurut Satrio, dalam masyarakat demokratis, diskusi dan dialog adalah esensial. 

Baca Juga: Diskusi Satupena, Eka Budianta Sebut Peluang Jadi Sastrawan Semakin Terbuka

“Sastra menyediakan ruang untuk refleksi dan dialog tentang isu-isu penting, memungkinkan berbagai suara dan perspektif untuk didengar dan dipertimbangkan,” imbuhnya.***

Berita Terkait