Kenaikan PPN Menjadi 12 Persen Dinilai Akan Tekan Daya Beli Masyarakat, Terutama Kelas Menengah ke Bawah
- Penulis : Imron Fauzi
- Selasa, 19 November 2024 21:42 WIB
BISNISABC.COM - Pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menilai bahwa rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 akan memberikan tekanan signifikan terhadap daya beli masyarakat.
Menurutnya, perusahaan penyedia barang dan jasa umumnya enggan menanggung beban kenaikan PPN tersebut, sehingga mereka cenderung akan mengalihkan kenaikan tersebut ke konsumen dengan cara menaikkan harga.
Ronny menjelaskan bahwa kenaikan pajak pada barang-barang seperti elektronik, fesyen, hingga otomotif akan mempengaruhi penjualan, termasuk barang-barang yang rutin dikonsumsi oleh masyarakat.
Baca Juga: Fluktuasi Harga Pangan Hari Ini: Daging Sapi Turun, Telur Ayam Naik
Ia juga mencatat bahwa pemerintah saat ini belum memutuskan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2025, namun ia berharap penetapan UMP mempertimbangkan inflasi sebagai salah satu faktor.
Menurutnya, jika harga barang dan jasa naik tanpa diimbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat, maka permintaan terhadap barang dan jasa akan semakin menurun, yang pada akhirnya akan berdampak pada sisi produksi.
Ia menambahkan bahwa kenaikan PPN yang relatif kecil ini justru akan menambah beban bagi kelas menengah dan kelas menengah ke bawah yang pendapatannya sudah sangat tertekan, terutama pasca-pandemi.
Baca Juga: IHSG Ditutup Melemah, Terimbas Pelemahan Bursa Asia dan Ketidakpastian Kebijakan Bank Sentral Jepang
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengonfirmasi bahwa rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 akan tetap dilaksanakan.
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 2021, meskipun pemerintah mempertimbangkan dampak pandemi terhadap ekonomi dan kebutuhan dasar masyarakat.***