Kementerian Pertanian Siapkan Strategi untuk Program Biodiesel B50 dan Stabilitas Ekspor CPO
- Penulis : Imron Fauzi
- Senin, 28 Oktober 2024 22:17 WIB
BISNISABC.COM - Kementerian Pertanian sedang menyusun strategi untuk memastikan bahwa Program Biodiesel B50 tidak mengganggu ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk-produk terkait.
Plt Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Heru Tri Widarto, menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mencapai keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan domestik, khususnya untuk program biodiesel, dan menjaga stabilitas ekspor CPO.
"Kami tengah melakukan analisis mendalam untuk menemukan solusi yang tepat. Analisis ini mencakup aspek keuangan serta berbagai faktor lainnya, dengan tujuan untuk menentukan peningkatan produksi CPO yang diperlukan tanpa mengganggu ekspor,” ujar Heru saat ditemui di Jakarta pada hari Senin.
Baca Juga: Denny JA Luncurkan Program Desa Kreator Cerdas Artificial Intelligence di Doplang Blora
Ia menjelaskan bahwa Program B50 merupakan kolaborasi antar kementerian, di mana Kementerian Pertanian bertanggung jawab untuk produksi hulu, sedangkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menangani aspek hilirnya.
Heru menegaskan bahwa prioritas tetap pada ekspor CPO, mengingat CPO adalah salah satu komoditas ekspor utama Indonesia yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian negara.
Kementan optimis bahwa masih ada potensi besar untuk meningkatkan produksi CPO. Saat ini, produktivitas rata-rata sawit berada di angka 3 ton per hektare setara CPO, namun potensi ini bisa ditingkatkan menjadi 5-6 ton per hektare melalui intensifikasi dan peremajaan perkebunan.
Baca Juga: Google Tingkatkan Kapasitas Gemini Live: Kini Dapat Berbicara dalam Bahasa Indonesia!
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan kekhawatiran bahwa kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kandungan biodiesel hingga 50 persen dapat mengurangi ekspor CPO dan produk turunannya.
“Dengan B40 saja, ekspor kami diperkirakan akan turun sekitar 2 juta ton. Jika B50 diterapkan, penurunan bisa mencapai 6 juta ton,” kata Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, di Jakarta pada Selasa 22 Oktober 2024.
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan.
Baca Juga: Optimalisasi Kredit untuk Sektor Pertanian: OJK Bali Dorong Pemenuhan Modal Petani dan Nelayan
Dalam sebuah diskusi pada Rabu (23/10), Fadhil menyatakan bahwa penurunan ekspor berpotensi menyebabkan kenaikan harga CPO di pasar internasional, yang pada gilirannya dapat berdampak pada harga minyak goreng domestik.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa ekspor CPO dan produknya turun pada September 2024 menjadi 1,49 juta ton, dari 1,97 juta ton di bulan sebelumnya.
Di sisi lain, harga CPO dan produk turunannya di pasar global mengalami kenaikan pada September 2024, dari 898,90 dolar AS per ton menjadi 932,05 dolar AS per ton.
Baca Juga: Peneliti CELIOS: Keanggotaan Indonesia di BRICS Dapat Pengaruhi Akses ke OECD
BPS mencatat nilai kumulatif ekspor CPO dan produk turunannya mencapai 1,38 miliar dolar AS pada bulan yang sama.***